Kontrak penjualan adalah jenis kesepakatan bersama di mana dua pihak terlibat, yaitu penjual dan pembeli. Masing-masing pihak yang membuat kontrak penjualan memiliki hak dan kewajiban untuk mematuhi isi kontrak yang dibuat oleh mereka. Seperti biasa, kesepakatan adalah sebuah institusi
hak berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak, ketika para pihak bebas menentukan bentuk dan isi dari jenis kontrak yang mereka buat.
Namun kebebasan untuk membuat suatu perjanjian akan berbeda jika dilakukan dalam skala yang lebih luas dengan partisipasi para pihak dari negara-negara dengan sistem hukum yang berbeda.
Setiap negara memiliki peraturannya sendiri, yang mungkin berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut tentunya akan mempengaruhi bentuk dan jenis perjanjian yang dibuat oleh para pihak dari dua negara yang berbeda, karena apa yang diperbolehkan oleh sistem hukum suatu negara sebenarnya dilarang oleh sistem hukum negara lain.
Untuk menjamin kepastian hukum para pihak, dibuatlah suatu jenis kontrak penjualan barang. Perjanjian tersebut akan mencakup pokok dan objek perjanjian, hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian, dan upaya hukum yang tersedia bagi para pihak dalam hal terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.
Sudikno Mertokusumo (1996:103) mendefinisikan perjanjian sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan perjanjian yang menimbulkan akibat hukum. Suatu kontrak didefinisikan sebagai suatu hubungan hukum karena dalam suatu kontrak terdapat dua perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, yaitu perbuatan menawarkan (offer aanbod) dan perbuatan menerima (acceptance, aanvaarding).
Pasal 1457 KUHP menyatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dimana satu pihak berjanji untuk mengalihkan suatu barang, dan pihak lain membayar harga yang dijanjikan.
Jadi, pengertian jual beli menurut KUHP adalah suatu perjanjian bersama, yang menurutnya salah satu pihak (penjual) menyanggupi untuk menyerahkan hak milik atas barang tersebut, dan pihak lain (pembeli) membayar harga yang terdiri dari sejumlah uang. uang sebagai ganti untuk memperoleh hak milik.(Subekti, 1995: 1) Akad jual beli dalam KUHP mengatur bahwa pokok akad harus ditentukan, atau setidak-tidaknya bentuk dan jumlah dapat ditentukan pada waktu kepemilikan barang beralih ke pembeli.
Sedangkan KUHP mengenal tiga jenis barang, yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak (barang pokok) dan barang tidak berwujud seperti piutang, tagih atau tagihan.
Surat perjanjian jual beli adalah suatu perbuatan, suatu surat yang dianggap suatu perbuatan harus ditandatangani, harus dilakukan dengan sengaja, dan harus digunakan oleh orang yang kepadanya surat itu ditulis. Dalam KUHPerdata, ketentuan tentang transaksi diatur dalam pasal 1867–1880.
Perbedaan utama antara tindakan asli dan tindakan pribadi terletak pada cara di mana tindakan itu dilakukan atau dalam kejadiannya. Jika akta asal, cara pembuatan atau pembuatan akta itu dilakukan dan/atau di hadapan pejabat umum (misalnya notaris, hakim, panitera, juru sita, panitera akta kedudukan perdata), maka untuk perbuatan pribadi yang cara pembuatannya atau kejadiannya dilakukan oleh seorang bukan pejabat dan atau di hadapan seorang pejabat, pegawai negeri, tetapi hanya pihak yang berkepentingan. Contoh transaksi asli adalah akta notaris, kalimat, surat kabar.
litigasi, prosedur penyitaan, perkawinan, kelahiran, akta kematian, dll., sedangkan kasus di belakang layar, seperti perjanjian sewa rumah, kontrak penjualan, dll.
Salah satu fungsi penting dari akta adalah sebagai alat pembuktian. Akta asal merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan semua orang yang mempunyai hak dari mereka tentang apa yang terkandung dalam akta tersebut.
Perbuatan asli merupakan alat bukti yang mengikat, artinya kebenaran yang tertulis dalam akta itu harus diakui oleh hakim, yaitu perbuatan itu dianggap benar sepanjang kebenarannya tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain. disebutkan bahwa untuk suatu perjanjian dan surat-surat lain yang dibuat dengan maksud untuk digunakan sebagai alat pembuktian perbuatan, fakta atau keadaan yang bersifat hukum perdata, dipungut bea materai atas surat itu dengan tidak adanya materai dalam surat perjanjian (misalnya akad jual beli) berarti perbuatan hukum (akad jual beli) tidak sah, tetapi hanya tidak memenuhi syarat sebagai alat pembuktian. Jika pada awalnya surat tersebut tidak dibubuhi stempel dan akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, maka stempel tersebut dapat dibuat kemudian